Resensi Film Saus Kacang – Film Bunga Ashraf
Film terbaru yang bakal jadi tren film 2009 bisa jadi nyantol di Film Bunga Citra Lestari dan Ashraf Sinclair. Film Saus Kacang bergenre drama romantis yang mamakai latar Pulau Bali ini digarap sama Sutradara Indrayanto Kurniawan. Selain bawa pasangan pengantin baru Bunga-Ashraf, film ini juga dibintangi Nadia Saphira, Marsha Milan Londoh, Bams Samsons, dan Rima Melati. Film drama ditulis Lintang Pramudya Wardani ini diproduksi ama Summer Film. Resensi Film Saus Kacang ini?
Film Saus Kacang ini menceritai kehidupan seorang Chef de Cuisine restoran sebuah hotel di Bali, bernama Dewi (BCL). sial terus kalo berhubungan dengan kisah cinta. Naa, nongol ni Fredo (Ashraf), turis asal Malaysia yang moody, sering complain dan ngerepotin banyak karyawan hotel. Tapi, si Dewi yang punya slogan “Tak ada tamu yang ga’ bisa dihadapi” nganggep si Fredo adalah tantangan dalam pekerjaannya seorang koky atau juru masak hotel. Dan akhirnya si dewi lah (BCL) yang menghendel semua permintaan yang diminta oleh fredo (asraf) karena teman-temannya yg sudah tidak kuat dengan permintaan atau komplain dari si fredo. Akhirnya mereka berdua terkena masalah yang mengharuskan mereka berdua dihukum karena telah melanggar hukum adat diwilayah tersebut yaitu dengan berkeliaran diluar saat perayaan nyepi berlangsung dibali dan dari situlah kedekatan mereka berdua terjalin.
Sumber : http://oktavita.com/resensi-film-saus-kacang-film-bunga-ashraf.htm
Mohammad Hatta di Balik Kemerdekaan
Pemikiran ekonomi maupun politik Mohammad Hatta telah ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Jika itu semua berasal dari sebuah situasi mental dan kultural tertentu, maka buku inilah yang dapat menggambarkan bagaimana pemikiran itu terbentuk.
Dari buku yang merupakan autobiografi Mohammad Hatta ini, pembaca dapat melihat bahwa karakter Hatta ternyata tidak lepas dari latar belakang budaya, keluarga, pendidikan, dan pengalaman politiknya.
Latar pendidikan Hatta yang bercorak Barat, latar belakang budaya yang Islami dan menghargai pendidikan, telah membantu Hatta yang selalu ingin kritis terhadap apa yang dilihatnya. Jika memang hal itu memerlukan perbaaikan, maka itulah yang harus dilakukan tanpa kompromi.
Untuk Negeriku dibagi menjadi tiga buah judul buku yakni Buktitinggi-Rotterdam Lewat Betawi, Berjuang dan Dibuang, serta Menuju Gerbang Kemerdekaan. Masing-masing buku menandai periode dalam kehidupan Hatta.
Sebagai sebuah autobiografi seseorang yang ikut membidani kelahiran sebuah bangsa yang merdeka, buku ini menjadi sebuah sumber sejarah yang sangat penting. Sejumlah peristiwa yang sebelumnya menjadi kontroversi, akan memperoleh perspektif lain.
Sebut saja peritiwa penculikan Soekarno yang dilakukan sekelompok pemuda. Apakah benar hal itu dipicu oleh keengganan Soekarno dan Hatta untuk menunda-nunda kemerdekaan? Jawabanya, Soekarno dan Hatta justru memiliki alasan yang rasional. Mereka ingin proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh panitia yang sudah dibentuk yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoenesia.
Kala itu Soekarno merasa tidak memiliki hak untuk mengatasnamakan rakyat Indonesia. Tindakan yang ia lakukan harus dengan persetujuan panitia yang diketuainya sendiri. Inilah yang menyulut kenekatan para pemuda membawa Soekarno dan Hatta ke Regasdengklok.
Dari buku ini kita dapat melihat bagaimana Hatta dan orang-orang yang terlibat dalam usaha kemerdekaan Indonesia, adalah orang-orang yang berjuang tanpa pamrih. Apa yang mereka lakukan adalah untuk mengakhiri penindasan yang dilakukan oleh kaum imperialis. Tidak sedikit pun terbesit keinginan untuk menduduki jabatan tertentu. Inilah yang harus dijadikan contoh oleh para calon pemimpin bangsa sekarang ini.
Sumber : http://ulas-buku.blogspot.com/
Black Market Love: Tensi Superman Is Dead Sedang Menurun
Mendengar musik punk di jeda makan siang. Ketika perut lapar melilit, saya mencoba sedikit "nyleneh" dengan memutar kepingan cakram berkover hitam, bergambar tengkorak [sedikit mengingatkan penulis pada bendera kapal Black Pearl film Pirates of the Caribbean-nya Johny Deep]. Nama band itu SUPERMAN IS DEAD. Di bawahnya tertulis judul album, lebih kecil dibanding nama band, Black Market Love.
Yup, ini memang daftar terbaru diskografi dari band pengusung punk glam [our] asal Bali. Ada Bobby Cool [vokal/gitar], Eka Rock [bas/vokal] dan Jerinx [drum],
dalam line-up band yang menjadi "pembuka jalan" band-band Bali mentas di panggung nasional. SID memang baru saja berbunga-bunga lantaran album barunya dalam payung major-label, baru saja rilis nasional. Harapannya tentu saja, better than before-lah. Sekedar informasi, album sebelumnya Hangover Decade terhitung jeblok di pasaran.
Awal mula mendengar track by track, kesan yang muncul adalah, seragam. Dari tempo, progresi kord, sampai pada teknik vokal Bobby yang tidak mengalami perubahan, dari album-album terdahulu. Mungkin memang tidak perlu teknik vokal yang njlimet. Ah, lupakan soal teknik vokal itu. Materi album Black Market Love ini, meski tak terlalu kuat, masih layak disimak.
Masih setia dengan Glampunkabilly. SID termasuk konisten "berteriak" soal ketidakadilan dan sosialisme yang carut marut. Rockabilly untuk mempertegas bahwa punk yang mereka bawakan tidak seutuhnya musik punk tapi banyak mendapat banyak sentuhan rockabilly. Soal fashion, SID juga lebih fashionable.
Single pertamanya adalah Bukan Pahlawan. Entah mengapa, mendengar single ini tensi SID seperti menurun drastis. Menurut SID, lagu ini memang dianalogikan dengan lagu-lagu yang mangkal di bar-baru murah kelas bawah. Begitukah? Tampaknya tidak terlalu tepat. Lirik ciptaan Jerinx ini lebih tepat diposisikan sebagai teriakan di jalanan, menggugat kesombongan dan arogansi. Secara musikalitas, penulis masih merasakan energi meletup-letup seperti album-album awal.
Satu hal yang masih tetap di posisinya adalah SID tetap nyaring "melawan" ketidakadilan, penindasan, kesombongan dan segala atribut atas nama kekerasan. Track yang paling keras menggugat hal-hal di atas adalah lagu Kita & Mereka. Menurut penulis, inilah lagu paling emosional di album ini. Meski disebut-sebut terinpirasi dari Inul Daratista, penulis kok melihat ini luapan SID ketika difitnah sebagai band anti jawa. Suara Bobby terdengar "sakral" di lagu ini.
Single ke-2 list Black Market Love terdengar lebih galak. Keras secara sound [seperti mendengar sound Man Overboard-nya Blink 182, tahun 2000-an]. Hanya karakter vokal Booby memang cenderung flat, tak ada perubahan berarti.
Album SID ini, secara musikalitas menurun temponya dibanding dua album sebelumnya. Meski tak terlalu jatuh, tapi memang karakter rock [renyahnya] lebih terasa. Mungkin SID mulai merasa tua, dan menurunkan tempo meski "teriakan" yang diusung tetap sama. Satu lagi, di album baru, tiga sekawan ini terlihat "kumuh" dan "kumal", fashion "gembel" itu rupanya sekedar tataran di album saja, karena aslinya, SID kini lebih rapih dan klimis.
Sumber : http://www.acehforum.or.id/showthread.php/384-Resensi-Musik